Yeni terisak di sudut kelas. Tak biasanya ia
menunjukkan ekspresi kesedihannya. Ia dikenal sebagai perempuan yang
selalu tregginas, ceria, tanpa sedikitpun mengeluh. Instruksi yang
diberikan oleh sang pelatih, ia lakukan
dengan semangat karena sadar latihan capoeira kebutuhannya. Sang
pelatih, Castanho namanya, paham anak asuhannya sedang bermasalah pun ia
menghampiri Yeni.
'Ada apa, Yen?' tanya Castanho. Yeni mendongak menatap pelatihnya.
'Tidak apa apa, Kak!' Yeni menjawab sembari cepat cepat menghapus air matanya.
Seluruh anggota kelas segera menghampiri Yeni dan pelatih mereka
memastikan Yeni baik baik saja. Memang seisi kelas ini akrab seperti
saudara kandung. Capoeira menjadikan mereka satu darah.
'Yen, kenapa kau kusut begitu?!' seru Wulan sambil matanya berkedip kedip.
'Yeni sedang putus kali ....' Romeo berceloteh.
Yeni bangkit dalam sorotan seluruh mata teman kelasnya. Ia menarik napas dalam dalam lalu mengembuskannya cepat.
'Aku pengin turun warna cordao!' ucap Yeni lirih.
'Kenapa ... kenapa?' banyak teman temannya yang bergumam.
'Oh, tentang itu lagi, Yen?' tanya Castanho.
Seminggu yang lalu, Yeni sudah berkonsultasi pada Castanho jika ia
belum pantas mengenakan cordao dengan warna yang tinggi. Permainannya
terus menurun karena kesibukannya hingga ia tak mampu mengatur waktu.
Pun permasalahan keluarga membelitnya; kedua orang tuanya bertengkar
hebat dan bercerai. Belum masalah ia diputus sama pacarnya. Benar apa
tebakan Romeo.
Castanho maju selangkah dan menepuk pundak Yeni dua kali.
'Kau saudara kita semua. Masalahmu, masalah kita. Ayo bangkit! Selalu
ada jalan ke luar. Tenang saja, kita ada di samping, depan, dan
belakangmu.' ucap Castanho.
'Tapi ....' Yeni berkata.
'Tidak ada tapi tapian! Kita jalan jalan bareng dulu yuk. Ke pantai.
Biar pikiran dan hati plong. Masalah mainmu lagi jelek, itu wajar.
Ditingkatkan saja.' Castanho menambahi.
'Ayo ke pantai ....' teriak seluruh isi kelas. 'SEMANGAT, Ka Yeni!'
No comments:
Post a Comment